Langsung ke konten utama

RAMADHAN KAREEM


๐Ÿ”ฐ Niat Puasa

Ustadz Ammi Nur Baits

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah

✅ Pertama, dari mana asal melafalkan niat?

Keterangan yang kami pahami, munculnya anjuran melafalkan niat ketika beribadah, berawal dari kesalah-pahaman terhadap pernyataan Imam As-Syafi’i terkait tata cara shalat. Imam As-Syafi’i pernah menjelaskan:

ุงู„ุตَّู„َุงุฉِ ู„َุง ุชَุตِุญُّ ุฅู„َّุง ุจِุงู„ู†ُّุทْู‚ِ

“….shalat itu tidak sah kecuali dengan an-nuthq.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 3:277)

An nuthq artinya berbicara atau mengucapkan. Sebagian Syafi’iyah memaknai an nuthq di sini dengan melafalkan niat. Padahal ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah. Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud dengan an nuthq di sini bukanlah mengeraskan bacaan niat. Namun maksudnya adalah mengucapkan takbiratul ihram. An-Nawawi mengatakan,

ู‚َุงู„َ ุฃَุตْุญَุงุจُู†َุง ุบَู„ِุทَ ู‡َุฐَุง ุงู„ْู‚َุงุฆِู„ُ ูˆَู„َูŠْุณَ ู…ُุฑَุงุฏُ ุงู„ุดَّุงูِุนِูŠِّ ุจِุงู„ู†ُّุทْู‚ِ ูِูŠ ุงู„ุตَّู„َุงุฉِ ู‡َุฐَุง ุจَู„ْ ู…ُุฑَุงุฏُู‡ُ ุงู„ุชَّูƒْุจِูŠุฑُ

“Ulama kami (syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang memaknai demikian adalah keliru. Yang dimaksud As Syafi’i dengan an nuthq ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram’.” (Al Majmu’, 3:277).

Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al Mawardi As Syafi’i, beliau mengatakan,

ูَุชَุฃَูˆَّู„َ ุฐَู„ِูƒَ – ุงู„ุฒُّุจَูŠْุฑِูŠُّ – ุนَู„َู‰ ูˆُุฌُูˆุจِ ุงู„ู†ُّุทْู‚ِ ูِูŠ ุงู„ู†ِّูŠَّุฉِ ، ูˆَู‡َุฐَุง ูَุงุณِุฏٌ ، ูˆَุฅِู†َّู…َุง ุฃَุฑَุงุฏَ ูˆُุฌُูˆุจَ ุงู„ู†ُّุทْู‚ ุจِุงู„ุชَّูƒْุจِูŠุฑِ

“Az Zubairi telah salah dalam menakwil ucapan Imam Syafi’i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah takwil yang salah, yang dimaksudkan wajibnya mengucapkan adalah ketika ketika takbiratul ihram.” (Al-Hawi Al-Kabir, 2:204).

Karena kesalah-pahaman ini, banyak kiyai yang mengkalim bermadzhab syafiiyah di tempat kita yang mengajarkan lafal niat ketika shalat. 

Selanjutnya masyarakat memahami bahwa itu juga berlaku untuk semua amal ibadah. 

Sehingga muncullah lafal niat wudhu, niat tayamum, niat mandi besar, niat puasa, niat zakat, niat sedekah, dst. Sayangnya, pak kiyai tidak mengajarkan lafal niat untuk semua bentuk ibadah. Di saat itulah, banyak masyarakat yang kebingungan, bagaimana cara niat ibadah yang belum dia hafal lafalnya?

Itu artinya, anjuran melafalkan niat yang diajarkan sebagian dai, telah menjadi sebab timbulnya keraguan bagi masyarakat dalam kehidupan beragamanya. 

Padahal ragam ibadah dalam Islam sangat banyak. Tentu saja, masyarakat akan kerepotan jika harus menghafal semua lafal niat tersebut. Padahal bukankah Islam adalah agama yang sangat mudah? Jika demikian, berarti itu bukan bagian dari syariat Islam.

Beberapa waktu yang lalu, KonsultasiSyariah.com mendapat pertanyaan yang cukup aneh, bagaimana lafal niat sahur yang benar? 

Meskipun pertanyaan ini bukan main-main, namun kami sempat terheran ketika ada orang yang sampai kebingungan dengan niat sahur. Bukankah ketika orang itu makan menjelang subuh, dalam rangka berpuasa di siang harinya, bisa dipastikan dia sudah berniat sahur?

Lagi-lagi, menetapkan amal yang tidak disyariatkan, pasti akan memberikan dampak yang lebih buruk dari pada manfaat yang didapatkan.

✅ Kedua, sesungguhnya niat adalah amal hati

Siapapun ulama sepakat dengan hal ini. Niat adalah amal hati, dan bukan amal lisan.

Imam An-Nawawi mengatakan:

ุงู„ู†ูŠุฉ ููŠ ุฌู…ูŠุน ุงู„ุนุจุงุฏุงุช ู…ุนุชุจุฑุฉ ุจุงู„ู‚ู„ุจ ูˆู„ุง ูŠูƒููŠ ููŠู‡ุง ู†ุทู‚ ุงู„ู„ุณุงู† ู…ุน ุบูู„ุฉ ุงู„ู‚ู„ุจ ูˆู„ุง ูŠุดุชุฑุท

“Niat dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)

Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan:

ู„ุง ูŠุตุญ ุงู„ุตูˆู… ุฅู„ุง ุจุงู„ู†ูŠุฉ ูˆู…ุญู„ู‡ุง ุงู„ู‚ู„ุจ ูˆู„ุง ูŠุดุชุฑุท ุงู„ู†ุทู‚ ุจู„ุง ุฎู„ุงู

“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)

Dalam I’anatut Thalibin –salah satu buku rujukan bagi syafiiyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi As-Syafii juga menegaskan:

ุฃู† ุงู„ู†ูŠุฉ ููŠ ุงู„ู‚ู„ุจ ู„ุง ุจุงู„ู„ูุธ، ูุชูƒู„ู ุงู„ู„ูุธ ุฃู…ุฑ ู„ุง ูŠุญุชุงุฌ ุฅู„ูŠู‡

“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).

Tentu saja keterangan para ulama dalam hal ini sangat banyak. 

Semoga 3 keterangan dari ulama syafiiyah di atas, bisa mewakili. Mengingat niat tempatnya di hati, maka memindahkan niat ini di lisan berarti memindahkan amal ibadah bukan pada tempatnya. 

Dan tentu saja, ini bukan cara yang benar dalam beribadah.

✅ Ketiga, inti niat.

Mengingat niat adalah amal hati, maka inti niat adalah keinginan. Ketika Anda menginginkan untuk melakukan seuatu maka Anda sudah dianggap berniat. 

Baik amal ibadah maupun selain ibadah. Ketika Anda ingin makan, kemudian Anda mengambil makanan sampai Anda memakannya, maka Anda sudah dianggap niat makan. 

Demikian halnya ketika Anda hendak shalat dzuhur, Anda mengambil wudhu kemudian berangkat ke masjid di siang hari yang panas, sampai Anda melaksanakan shalat, tentu Anda sudah dianggap berniat.

Artinya modal utama niat adalah kesadaran. Ketika Anda sadar dengan apa yang akan Anda kerjakan, kemudian Anda berkeinginan untuk mengamalkannya maka Anda sudah dianggap berniat. 

Ketika Anda sadar bahwa besok Ramadhan, kemudian Anda bertekad besok akan puasa maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika malam harinya Anda taraweh dan makan sahur. 

Tentu ibadah semacam ini tidak mungkin Anda lakukan, kecuali karena Anda sadar bahwa esok pagi Anda akan berpuasa Ramadhan. Itulah niat.

Syaikhul Islam pernah ditanya seperti berikut:

Bagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang niat puasa Ramadhan; apakah kita harus berniat setiap hari atau tidak?

Jawaban beliau:

ูƒُู„ُّ ู…َู†ْ ุนَู„ِู…َ ุฃَู†َّ ุบَุฏًุง ู…ِู†ْ ุฑَู…َุถَุงู†َ ูˆَู‡ُูˆَ ูŠُุฑِูŠุฏُ ุตَูˆْู…َู‡ُ ูَู‚َุฏْ ู†َูˆَู‰ ุตَูˆْู…َู‡ُ ุณَูˆَุงุกٌ ุชَู„َูَّุธَ ุจِุงู„ู†ِّูŠَّุฉِ ุฃَูˆْ ู„َู…ْ ูŠَุชَู„َูَّุธْ . ูˆَู‡َุฐَุง ูِุนْู„ُ ุนَุงู…َّุฉِ ุงู„ْู…ُุณْู„ِู…ِูŠู†َ ูƒُู„ُّู‡ُู…ْ ูŠَู†ْูˆِูŠ ุงู„ุตِّูŠَุงู…َ

“Setiap orang yang tahu bahwa esok hari adalah Ramadhan dan dia ingin berpuasa, maka secara otomatis dia telah berniat berpuasa. Baik dia lafalkan niatnya maupun tidak ia ucapkan. Ini adalah perbuatan kaum muslimin secara umum; setiap muslim berniat untuk berpuasa.” (Majmu’ Fatawa, 6:79)

✅ Keempat, niat puasa Ramadhan

Untuk puasa wajib, seorang muslim wajib berniat sebelum masuk waktu subuh. Hal ini berdasarkan hadis dari Hafshah radhiallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ู…ู† ู„ู… ูŠُุจَูŠِّุชِ ุงู„ุตูŠุงู…َ ู…ู† ุงู„ู„ูŠู„ ูู„ุง ุตูŠุงู…َ ู„ู‡

“Barangsiapa yang belum berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka puasanya batal.” (HR. An Nasa’i dan dishahihkan Al Albani)

Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ู…َู†ْ ู„َู…ْ ูŠُุฌْู…ِุนِ ุงู„ุตِّูŠَุงู…َ ู‚َุจْู„َ ุงู„ْูَุฌْุฑِ، ูَู„َุง ุตِูŠَุงู…َ ู„َู‡ُ

“Barangsiapa yang belum berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Abu Daud, Ibnu khuzaimah, baihaqi)

Ketentuan ini berbeda dengan puasa sunah. Berdasarkan riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemui Aisyah di siang hari di luar Ramadhan, kemudian beliau bertyanya:

ู‡َู„ْ ุนِู†ْุฏَูƒُู…ْ ุบَุฏَุงุกٌ؟ ูˆَุฅِู„َّุง , ูَุฅِู†ِّูŠ ุตَุงุฆِู…ٌ

“Apa kamu punya makanan untuk sarapan? Jika tidak, saya tak puasa.” (HR. Nasai, Ad-daruquthni, Ibnu Khuzaimah)

✅ Kelima, apakah boleh berniat puasa langsung sebulan penuh, ataukah harus tiap malam mengulang niat?

Pada prinsipnya, ketika Anda sadar bahwan besok pagi mau puasa, maka Anda sudah dianggap berniat. Apalagi jika Anda makan sahur. Bisa dipastikan Anda sudah niat.

Namun bolehkah seseorang melakukan niat di awal Ramadhan untuk berpuasa penuh satu bulan? Sehingga Andaipun dia lupa atau ada faktor lainnya, sehingga tidak sempat berkeinginan puasa, Anda tetap sah puasanya.

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. 

Insya Allah pendapat yang kuat adalah boleh. Keterangan selengkapnya bisa Anda baca di:

https://konsultasisyariah.com/niat-puasa/

Allahu a’lam

๐ŸŸฆ Silahkan disebarkan. Reposted by Group Kajian WA ISLAMADINA 0811106811 

๐ŸŸฆ Silahkan bergabung dalam WA group Kajian ISLAMADINA https://chat.whatsapp.com/5ayIum2DKl6GanKBglz5HR

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliah Di Polandia

Sumber: Rizal Sofyan Fuadi Selamat pagi mbah, gejil ingin sedikit berbagi cerita tntg perjalanan hidup gejil kuliah dan bekerja di Warsaw, Polandia. Sebuah negara berkembang di Eropa dgn mata uang Zloty (PLN) dengan rate 1 Zloty = Rp 3600.  Gejil disini adalah pelajar S1 di Vistula University jurusan Graphic Design dgn masa study 3 tahun. Gejil kesini melalui jalur BTSA Scholarship alias Beasiswa Tuhan Semesta Alam alias BIAYA SENDIRI Kenapa gejil lebih pilih kuliah di luar negeri daripada di Indonesia?  1. Gejil ingin punya pengalaman lebih dan upgrade kualitas diri 2. Gejil ingin dapat pendidikan sebaik mungkin 3. BIAYA KULIAH SAMA dengan di INDONESIA ! Ko bisa? Gejil akan jelaskan disini. MODAL yg dikeluarkan gejil patungan dgn orang tua sendiri kurang dari IDR 100.000.000  Dengan rincian : - Tuition 1 tahun pertama + registrasi IDR 45.000.000 - Tiket Pesawat IDR 10.000.000 - Uang Saku untuk beberapa bulan awal disini €1000 = IDR 15.500.0

Harta yang paling berharga adalah "Agama"

Ditulis oleh: Abu Fawwaz Dani Priyanto Inilah harta yang termahal Syeikh Fauzan ุญูุธู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ mengatakan:  ุฑุฃุณ ู…ุงู„ูƒ ู‡ูˆ ุฏูŠู†ูƒ ، ู‡ูˆ ุงู„ุฐูŠ ุชุฎุฑุฌ ุจู‡ ู…ู† ู‡ุฐู‡ ุงู„ุฏู†ูŠุง ، ู‡ูˆ ุฑุฃุณ ู…ุงู„ูƒ Hartamu (milikmu) yang paling berharga adalah agamamu, agamamulah yang akan engkau bawa ketika engkau meninggalkan dunia, agamamulah harta paling berharga ุฃู…ุง ุงู„ูˆุธุงุฆู ูˆุงู„ุฌุงู‡ ูู‡ุฐุง ูŠุฐู‡ุจ ، ู„ุง ูŠุจู‚ู‰ ุฅู„ุง ุฏูŠู†ูƒ ، ุชู…ุณูƒ ุจู‡ Adapun pekerjaanmu, gelar dan kedudukanmu semuanya akan pergi (hilang) tidak ada yang tersisa, yang tetap bersamamu adalah agamamu, pegang teguhlah agamamu. Syarah Kitabul Fitan Wal Hawadits hal 193